Persimpangan Jalan

Leave a Comment

Kadang saya bingung tentang seseorang yang mungkin ada kaitannya dengan sikap saya terhadap dia. Saya bingung apakah kaitan tersebut benar-benar ada atau benar-benar tidak ada atau terlihat ada seperti ada padahal tiada. Saya bingung apakah semua ini benar atau hanya konsepsi saya yang menganggap hal itu benar padahal belum tentu benar dan mungkin saja salah. Saya bingung apakah perasaan ini nyata atau hanya sekedar memperlihatkan eloknya lalu pergi, menghilang dan tidak akan muncul lagi, hanya tampak sesekali dan tidak pernah semuanya menjadi. Mungkin ada, tapi buram. Mungkin tidak ada tapi tampak. Mungkin memang ada tapi kegeeran, Mungkin memang tidak ada tapi terlalu peka.


Kali ini saya masih bingung. Belum bisa kesimpulan sekata pun saya buat. Hanya hipotesa yang saya sendiri pun tidak pernah tahu apakah data yang dipakai valid atau tidak. Ya berharap saja hipotesa berbanding lurus dengan kesimpulannya nanti.

Sekarang saya berharap. Berharap itu puisi lama, tapi selalu menjadi awal baru untuk sebuah hal. Semua harapan saya saya harap sesuai dengan apa yang saya harapkan. Saya tahu semua harapan semua keinginan semua emosi semua keegoisan saya tidak mutlak adalah terbaik bagi saya. Justru banyak hal yang tidak saya harapkan itulah hal yang menjadi baik bagi saya sekarang. Apakah kamu termasuk yang diharapkan atau tidak diharapkan oleh saya?

Waktunya untuk kamu. Aku ingin bertanya sesuatu kepadamu. Apakah kamu menganggap saya itu ada? Atau menganggap saya itu tidak ada? Atau kadang-kadang ada? Kamu itu baik. Memberi sesuatu kepada saya. Ataukah kamu itu tidak baik? Memberi harapan kepada saya. Berbeda dalam satu persamaan dan sama dalam arti yang lain. Harapan dan sesuatu yang mungkin kamu berikan itu dengan mentah saya terima. Tidak saya lihat, atau dengar atau rasa.

Sekarang terasa. Rasanya semua mulai masuk, menggerogoti, memberi kebahagiaan sekaligus penderitaan. Memberi keceriaan sepaket dengan kecemburuan. Memberi kesenangan beserta sedihnya. Memberi Kekuatan juga kelemahan. Memberi rasa syukur sekaligus rasa menyesal.

Saya tidak pernah berpikir untuk menyesal. Bersyukur jauh lebih mulia. Saya ingin seperti itu. Menjadi orang yang pandai bersyukur. Dengan keadaan apapun, seperti apapun, seberat apapun. Saya hanya ingin bisa menikmati rasa syukur ini, meski sisi lainnya merasa kecewa lagi.

0 komentar:

Posting Komentar