Fana-tik

Leave a Comment
Baru saja kembali dari membeli lembaran "loose leaf" di grosir depan pasar, saya dikejutkan oleh gerombolan pendukung sepakbola yang dengan kuasanya diam di ramainya lalu lintas sore hari mendung itu.
Mereka bernyanyi rayakan kekalahan musuh tim kesayangannya, rayakan kemenangannya. Klakson sepeda motor menjadi instrumen kala itu, memunculkan suara gaduh gemuruh tak menentu. Menimbulkan amarah pegawai yang baru saja pulang dari ricuhnya pekerjaan di hari itu, atau anak sekolahan yang pulang bermain dan belajar di kegiatan ekstrakurikuler kesayangannya, atau pebisnis yang merugi karena sepinya pembeli. Amarah tak tersampaikan, kalah oleh jumlah mereka, kalah oleh keberanian mereka, kalah oleh fanatisme mereka. Mereka menang di hari itu.
Bagaimana tidak, mereka mengadakan "konser" di tengah jalan di tengah padatnya kendaraan di tengah amarah orang-orang di tengah ke-fana-tik-an mereka.

Fana-tik. Tunjukkan dukungan, menunjukkan Nasionalisme.Kan? Atau bisa saya bilang fanatik itu kata lain nasionalisme yang berlebih. Baik? Tidak. Nasionalisme memang perlu, tapi semua yang berlebih adalah tidak perlu. Mubazir, pamali, ulah. Tah eta.

Fana. Bukankah itu kepalsuan yang dihayati? Menjadikannya nyata. Yang fana tidak selalu salah. Karena apa-apa yang ditimbulkan fana dikarenakan penggunanya pula. Taat, sholeh, patuh. Itu kan baik. Karena penggunanya baik. Anarkis, irrasional, pemberontak. Itu buruk. Karena penggunanya buruk. Jadi sifat fanatik ditentukan penggunanya. Bisa jadi baik, bisa jadi buruk.

Ohya. Fanatik itu apa ya? Menurut KBBI :
fanatik /fa·na·tik/ a teramat kuat kepercayaan (keyakinan) thd ajaran (politik, agama, dsb):
Pa Ustad kampung sebelah fanatik dong? Pemimpin Senayan fanatik juga? Saya fanatik juga kah?
Tergantung. Mau baik apa buruk?
"Fana-tik"


0 komentar:

Posting Komentar